Rabu, 21 Juli 2010

BAMBANG, KUPHI PHET, NGON GALAK (Kupu Kupu, Kopi Pahit, dan Cinta)

Bagian 5


teman teman aku share bagian ke lima dari novel Bambang, Kuphi Phet, Ngon Galak... sebenarnya bagian ini harusnya disimpan dulu. tapi aku kira, pesan yang harus disampaikan dari bagian ini mendesak. karena berhubungan dengan kita semua. siapa tahu asih ada orang orang yang masih dibutakan seperti tokoh Rahman.

namun ini hanya sebagian...mohon komentarnya

...................................................................................................................................................................


Entahlah, Rahman sendiri tidak pernah mengerti apa yang terjadi padanya. Surabaya yang dulu panas sekarang begitu teduh. Dia benar benar buta selama ini. Dia sangat tidak menduga bahwa lingkungan disekitarnya tidak pernah berhenti dari Cinta. Antara merasa kesepian dan bahagia. Malam minggu ini, Alex harus menemani Nina ke ulang tahun nenek Nina. Bagi orang yang suka jahil seperti Alex, datang ke acara seperti itu adalah siksaan. Ulang tahun Nenek Nina yang ke 95 adalah neraka kesopanan. Tidak ada korban yang masuk akal untuk dia jahili. Tapi demi cinta, Alex sanggup hidup dengan tenang selama 3 jam. Dita yang selama ini ada untuk Rahman, harus menemani Adit di bioskop. Melihat film film romantis. Adit benar benar tidak tahu tentang Dita. Cewek tomboy itu lebih suka film koboi dan Filmnya jackie Chan daripada film romantis. Tapi, Dita memaksa untuk manahan kantuk di bioskop. Lagi lagi demi cinta, pikir rahman sambil menghirup nafas panjang. Kadir juga tidak di toko roti kismis miliknya. Kata abahnya Kadir, Kadir sedang bersama Sabrina. Pemilik restoran gulai kambing sebelah. Mereka sedang nonton marawis. Ya Tuhan, bahkan orang seperti kadir juga jatuh cinta. Orang itu hanya memikirkan bagaimana mendapatkan uang, tapi toh jatuh cinta juga. Bertekuk lutut pada wanita arab yang baru saja di kenalnya. Rahman benar benar merasa bodoh. Kesuksesan apa yang belum diraih oleh Rahman. Karier sebagai dosen dan perusahaannya, penghargaan penghargaan risetnya, pengaruhnya yang besar bagi orang lain, atau hanya sekedar kemenangan kemenangannya dalam setiap perkelahian. Tapi semua itu kosong. Rahman tidak menikmatinya dengan sungguh sungguh selama ini. Kebanggaan kebanggannya selama ini hanya fatamorgana. Rahman tidak punya kebahagiaan yang sejati. Karena dia tidak pernah punya Cinta.

Hingga tidak aneh jika malam minggu ini Rahman berada di sebuah Cafe sendirian. Melihat kursi kursi lain yang dipenuhi cinta. Orang orang di kursi kursi itu membuatnya iri. Disebelah kirinya seorang wanita cantik dan seorang laki laki tampan. Mereka saling bertatapan, berpegangan tangan dengan lembut. Dan senyum mereka benar benar manis. Pasangan yang sangat serasi, batin rahman. kursi sebelah kanannya, 2 orang remaja mungkin seumuran kelas 1 SMP. Mereka tertawa berdua, berebutan X-Box untuk dimainkan. Anak anak ingusan itu benar benar membuatnya iri. Saat seumuran mereka, Rahman hanya tahu bagaimana menjatuhkan lawan berkelahinya. Didepanya seorang bapak dan ibu berusia 50 tahun, sibuk mengurusi anak anak mereka yang berjumlah 8 orang. Mereka kelihatan kerepotan, tapi mata mereka, benar benar menunjukkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang tak bisa ditutupi kekesalan mereka terhadap anak anaknya. Di belakang Rahman, seorang kakek berusia 70 tahun dan nenek yang mungkin sebaya. Sang kakek mengelus rambut putih si nenek. Perempuan tua itu tersenyum dan menyentuh kerutan kerutan di wajah sang kakek dengan halus. Begitu kuatnya cinta hingga tidak bisa dihalangi oleh usia dan waktu sekalipun. Sesaat dunia seakan berputar. Berputar dengan cepat. Musik romantis dari piano yang dimainkan pianis cafe ini menambah kecepatan puataran itu. Lagu “Love” – nya John Lennon, memang memperumit perasaan laki laki kesepian itu. Pemandangan pemandangan disekelilingnya membuatnya benar benar merasakan rotasi bumi yang seakan lambat. Tawa tawa mereka, sentuhan sentuhan itu, belaian itu, dan tatapan mata mata yang membius. Dunia seakan tidak adil. Dia harus sendiri melihat pemadangan itu. Seandainya Fad juga ada disini, seandainya perempuan itu ada di depannya. Mungkin..mungkin hatinya tak dipenuhi kedengkian seperti saat ini. “Lihat mereka Rahman”, hatinya berbicara dengan keras pada dirinya sendiri. Suara itu begitu nyaring dalam hatinya, membuat Rahman terhenyak dalam lamunan. Seketika dia merasa pusing. Kepalanya berat, mungkin karena putaran putaran dalam lamunannya tadi.

Seorang pelayan datang mendekati Rahman. Rahman sadar, dia belum memesan apapun. Sejak datang tadi, dia hanya sibuk melihat adegan adegan mesra di sekitarnya. Si pelayan bertanya apakah rahman akan memesan kopi pahit seperti kebiasaannya selama ini. Rahman memang merindukan kopi pahit cafe ini. Kopi pahit yang biasanya dimaniskan dengan guruan teman temannya. Sejenak dia ragu, apakah kopi pahit masih terasa cocok menemani rokok nya malam ini. Atau dia akan berusaha untuk mencoba yang lain. Namun akhirnya rahman memutuskan untuk memsan kopi yang benar benar di inginkannya.

“Saya pesan Cappucino...Coklatnya yang banyak”,

Rahman memesan dengan mantap. Si pelayan kaget dengan pesanan itu. Dia mulai berpikir sejenak, apa orang ini adalah orang yang dilihatnya selama ini. Rahman hanya tersenyum melihat kebingungan sang pelayan. Dia tahu apa yang di lamunkan sang pelayan terhadap dirinya,

“tambah nasi goreng seafoodnya ya...dan satu lagi toilet dimana ?”,

Pertanyaan rahman itu mengagetkan sang pelayan. Laki laki separuh baya itu berusaha untuk menguasai dirinya. Dan berusaha mengarahkan Rahman ke tempat yang di tanyakan. Rahman juga berusaha untuk tidak melirik kursi kursi yang dilauinya. Kursi yang dipenuhi suka cita yang membuatnya dirinya tak berharga. Dan berusaha terburu buru memasuki toliet pria itu.

Dalam kamar kecil yang memanjang itu rahman mencuci mukanya. Ada keraguan yang dalam dari dirinya. Matanya yang tajam melemah pelan. Dia benar benar ragu dengan apa yang dia kejar, dan apa yang dia raih. Di belakangnya terdapat dua orang pria sedang bercengkrama. Kedua pria itu melakukan hal yang sama dan terlihat begitu kompak. Hanya pria yang akrab yang bisa kencing bersama. Pria pertama tinggi besar,dia memiliki brewok yang semakin menunjukkan kejantannya. Sedangkan pria kedua memiliki kepala yang licin tanpa rambut. Tubuhnya biasa, seukuran laki laki normal. Pria pertama ternyata mengeluhkan kehidupan rumah tangganya. Dia menganggap istrinya terlalu sibuk dengan bisnis. Begitupun dengan pria kedua, yang merasa tidak dihormati lagi oleh istrinya.

“Aku tidak pernah mengerti, kenapa wanita wanita itu lebih suka berkumpul dalam arisan arisan yang tidak jelas. Padahal yang dibahas tidak ada yang penting ”, keluh pria kedua.

“ya,,istriku juga sama. Aku sudah mencukupinya dengan harta yang melimpah, tapi apa yang kudapat. Setiap hari dia sibuk dalam rapat rapat bisnis yang juga tidak jelas peruntungannya”, jawab pria pertama seakan menemukan maslaah yang sama dengan pria kedua.

Pembicaran kedua pria itu terhenti sejenak. Mereka membetulkan resliting celana mereka bersamaan. Mereka juga seakan tidak perduli dengan kehadiran Rahman disitu. Dengan beriringan mereka mendatangi tempat rahman berdiri. Pria pertama menyentuh bahu Rahman dengan sopan, dan meminta ijin untuk membasuh tangannya. Rahman juga semakin bimbang melihat pembicaraan kedua orang itu. Ternyata ada juga ketidakbahagiaan karena cinta di dunia ini. Obrolan kedua pria ini seolah menjadi pembenaran pada pikiran pikirannya selama ini. Lamunanya sedikit buyar melihat kedua pria itu mendatangi pengering tangan dekat pintu toilet. Dengan kompak juga mereka mengeringkan tangan secara bersamaan. Lewat kaca, Rahman masih bisa melihat keakraban mereka itu. Setelah tangan mereka kering, pria pertama berkata pada pria kedua,

“Tapi aku masih bahagia. Ada kau di sisiku”, kata pria pertama sambil menatap mata pria kedua dengan halus.

“aku takkan pernah meninggalkan kamu. Aku masih cinta kau”, jawab pria kedua sambil memegang kepala pria pertama. Sesaat terasa lama sehingga tak terduga ketika pria pertama medekatkan bibirnya pada bibir pria pria kedua.

Brengsek...Mereka BERCIUMAN. Sambil menahan muntah Rahman keluar dari toilet. Sambil sedikir berkata lirih “maaf” ketika melewati adegan tak senonoh itu.

Ini sudah tak bisa dimaafkan. Ini sudah benar benar kelewatan. Pikir rahman dalam hati. Bahkan kedua laki laki biadap dalam toilet itu berani memperjuangkan cinta mereka. Rasa jijiknya terhadap dirinya sendiri mengalahkan kejijikannya terhadap adegan setan dalam toilet. Dan tanpa berpikir panjang, Rahman menelpon Alex. Dan ketika suara diseberang menjawab telpon itu, Rahman langsung berkata tanpa memberikan Alex kesempatan untuk mengucapkan salam sekalipun.

“Alex...meeting besok kau yang handle.. aku berangkat ke Pare malam ini juga”, kata rahman dengan terburu buru.

“Tapi kau baru sampai di Surabaya,,ada apa ? kenapa terburu terburu ?”, alex menjawab dengan sedikit terbata bata. Dia harus mengeluarkan jurus jurusnya untuk merayu Rahman agar tidak pulang. Apa jadinya jika meeting tentang proyek besar besok harus dia handle. Hanya rahman yang mampu tidak terintervensi klien. Namun Suara rahman memecahkan suasana.

“Aku mau bertemu dia...Aku mau Bertemu Fad”,

Mendengar jawaban Rahman, alex ingin berkata banyak. Menjelaskan atau mencoba merayu agar Rahman sedikit menunda rencana itu. Namun itu tak sempat lagi, ketika dia mendengar bunyi “Tuuuttttt” di seberang telpon.

........................................................................

5 komentar:

Tanya Mbah Google

Shout Me !!!


ShoutMix chat widget