Minggu, 31 Maret 2013

Mengenang Anggi #4



beberapa hari lagi 100 harinya Almarhumah Anggi, dan rasa rasanya baru kemaren saja dia pergi. dia memang suda biasa pergi lama, bahkan pamitanpun kadang hanya dengan sebuah sticky note laptopku. apalagi kalau sedang menjengukku dengan datang tiba tiba. bahkan ketika studynya belum kelar di singapur pun Anggi kerap memberikan kejutan. aku masih ingat, di hari jumat dia bilang bahwa senin dia ada ujian salah satu matakuliah yang tidak dia sukai. Anggi bilang bahwa ritual kami untuk berbicara lewat telpon setiap sabtu malam ditunda saja. sebenarnya aku tak terlalu susah mengabulkan permintaan nya itu, tarif telpon ke singapura pas weekend ya tentu saja seharga 1 press rokokku untuk seminggu. dan tanpa di duga duga, sabtu malam dia sudah ada di depan pintu kamar dengan tumpukan buku yang tebal. Dan belum habis keherananku dia mencoba menjawab kecurigaanku, "ah belajar juga gak bakalan bikin aku jago mata kuliah ini, jadi aku ke sini saja". dan ya, buku buku tebalnya itu hanya assesoris saja, tak pernah dia buka. besoknya, Anggi pulang ke singapura, dengan wajah khawatir, "Kalo aku nggak lulus, rencana kita tunda lagi dong". aku tak terllau suka kekhawatirannya yang itu.

dia sering pergi, sering bepergian jauh. menjadi platinum member dari sebuah maskapai penerbangan membuatnya sering travelling. diskon yang murah, bahkan ketika aku menjenguknya di singapur, aku mendapat bonus tinggal di Mandarin Hotel, salah satu hotel bintang lima di singapur dengan gratis. dulu, jika kepikiran dia, cukup dengan 500 ribu sudah bisa sampai di changi, dan dia dengan senyum lebar selalu ada di sana 1 jam sebelum aku sampai. dulu, kami memang jauh, tapi selalu ada harapan untuk bertemu. dulu, dia selalu bisa aku gapai. sekarang, dia sudah semakin jauh. tapi tentu saja, aku lega. dia sekarang lebih dekat Tuhan. atau sekarang dia juga di dekatku karena baginya sekarang sudah tidak ada batas dan larangan kami harus bertemu. sudah tidak ada lagi rencana rencana besar kami hanya untuk sekedar ketemu. mungkin saja,,,,dia selalu dekat denganku. aku menyimpannya, dalam sebuah loker di hatiku.  :)

Sabtu, 09 Maret 2013

Mengenang Anggi #3

...mengenang Anggi #3

alasan ? "why must  need any reason to love something ?". Satu satunya hal yang membuat saya kadang suka jengkel sama anggi ya karena jawabannya yang suka sekenanya. Anggi memang tidak pernah suka berdebat, namun menurut saya ada beberapa hal yang harus diperjelas. bukankah semuanya membutuhkan motivasi. menurut Anggi, untuk apa menjelaskan sesuatu yang memang ingin kita lakukan. dia selalu mensederhanakan semuanya. dia bilang, satu satunya alasan untuk melakukan sesuatu ya karena kita pengen saja melakukannya. aku mulai percaya, aku mulai yakin juga. bahwa tidak semua hal butuh alasan kecuali ya kita mencintai hal yang kita lakukan itu. operasi mata terakhirku gagal, dia sudah hampir menyerah. semua orang menyerah, dan akupun juga semakin menyerah. aku masih ingat sore menjelang magrib. udara yang lumayan dingin di depan pintu kamar rumah sakit. aku berdiri menunggunya. Kedatangannya masih biasa seperti hari hari lainnya. dia menyentuh tanganku pelan, dan mengenggamnya hangat.  "Aku akan mendonorkan mataku, untukmu". keputusan yang benar benar gila. bagaimana mungkin seorang perempuan yang sempurna seperti dia harus buta. apa kata dunia jika ada dokter mata yang mengalami kebutaan. aku tak setuju dengan keputusanya, dokter dokter di rumah sakit, keluarganya, tunangannya, semua tak akan setuju dengan keputusan bodoh itu. hanya Anggi, hanya dia sendiri yang setuju dan ngotot mempertahankan pendapatnya. susah di mengerti kemana jalan pikirannya. ketika aku memohon dengan sangat agar keputusannya itu di batalkan , Anggi tak pernah mundur. "Aku melakukan ini karena aku mencintai apa yang ingin aku lakukan". Aku tak pernah tahu bagaimana meyakinkannya. dia seperti malaikat. aku tak akan bisa meyakinkan malaikat. karena hanya malaikat yang bisa membuat orang percaya. dari inilah akhirnya aku benar benar percaya tentang kebaikan. bahwa di dunia ini tidak semuanya kepentingan pribadi, tidak hanya keuntungan pribadi, tidak hanya menghalalkan segala cara untuk keuntungan diri sendiri. Anggi membuatku percaya bahwa tidak semua hal butuh alasan. Anggi membuatku yakin bahwa hal baik itu ada. Aku percaya, aku percaya bahwa berbuat baik tanpa harus mengharapkan balasan. dia mengajarkan padaku dengan kenyataan bahwa dia sudah siap untuk mendonorkan matanya untukku. walau akhirnya, mataku berhasil disembuhkan dan dioperasi untuk yang ke empat kalinya, dan mata Anggi tidak jadi di donor, dia sudah membuktikan semua kebaikan itu ada di dunia. dia berani menantang kedua orang tuanya untuk orang yang bukan keluarganya. dia menantang tunangannya utnuk laki laki yang baru saja hadir dalam hidupnya lagi, dan dia menantang dokter dokter yang lain, untuk pasien yang bahkan untuk beli obat harus nunggak. Dia itu malaikat, aku tak memikirkan alasannya. Dia hanya malaikat saja buatku.

Mengenang Anggi #2

....mengenang Anggi........#2

.......dari semua perempuan muda yang saya kenal, Anggi adalah yang paling suka menangis. saya bisa merasakannya bahkan ketika saya masih belum bisa melihat. dirumah sakit, setiap saya selesai operasi, saya selalu bisa merasakan air matanya. pada awalnya saya masih harus mengenali dan meraba wajahnya dulu untuk tahu apakah itu Anggi atau bukan, dan setiap saya meraba bagian mata nya, saya selalu tahu, dia menangis. suatu saat, ketika fase titik terendah dari operasi mata saya, dia ke ruangan saya di sebuah paviliun rumah sakit. tak seperti biasanya, itu jam sekitar habis dzuhur. seharusnya dia masih rapat. dokter muda itu tidak bicara, hanya duduk di dekat saya, dan hanya berdiam saja. saat itu saya sudah mulai mengenal nafasnya, identitasnya tanpa harus meraba wajahnya lagi. nafasnya semakin cepat dan tersenggal, saya tahu, dia pasti akan menyampaikan berita bahwa operasi mata saya gagal. dia selalu menangis ketika menyampaikan berita itu. sudah dua kali dia melakukannya sebelum ini. namun sekarang, dia hanya berdiam diri. dia memegang mata saya, kemudian meletakkan tangang saya di dekat matanya yang berair. saya mengenali airmatanya. dingin sekali. saya tidak bertanya, saya mencoba untuk memberinya kesempatan. dan setelah adzan ashar terdengar, saya baru mendengar suaranya, menjelaskan bahwa mata saya semakin kecil kemungkinannya untuk sembuh. saya membutuhkan donor, dan dia bilang akan mecari donor untuk saya. setelah kejadian waktu itu, Anggi selalu menangis di dekat saya. bahkan ketika saya bercanda dan bercerita tentang hal lucu dia selalu menanggapinya dengan menangis....ketika mata saya sudah sembuh pun dia selalu lebih mudah menangis saat kami harus bedebat atau berbeda pendapat . dan akhirnya, dia menjadi perempuan yang paling mudah membuat saya luluh ketika marah. saya tak pernah tega melihatnya menangis. dan itulah yang membuat kami tak terlalu banyak bertengkar. saya masih ingat ketika rencana pernikahan kami harus tertunda karena Anggi harus mengikuti suatu kontes di Jakarta, dia menang, 2 jam setelah itu dia hanya menelpon saya lalu kemudian menangis saja. airmatanya, memang sesuatu yang sempurna, karena memang yang tertulus. hanya 2 air mata yang saya tahu tulus di hidupku, mamaku dan Anggi. dan kini, sudah hampir dua bulan meninggalnya, Anggi malah melarang saya untuk menangis......ini tidak fair, dia mengijinkan saya untuk tidak menangis bahkan ketika di pemakamannya..saya merindukan airmatanya,,bahkan saya ingin sekali menangis saat ini, saya ingin menangis seperti dia.......

Mengenang Anggi #1

(....Mengenang Anggi..... #1)

saya masih ingat pertama kali bertemu dengan Anggi, ketika mata saya buta. kecelakaan di kediri beberapa tahun lalu sempat membuat saya frustasi. sudah 3 dokter yang menyerah. tapi seorang dokter muda yang baru mendapat gelar spesialis mata sebuah universitas kedokteran di Singapura merasa bahwa saya masih bisa disembuhkan. Anggi, dokter saya itu selalu menyemangati saya bahwa operasi mata memang sering gagal, tapi juga tak sedikit yang berhasil. 3 kali seminggu saya harus mengunjungi ruang prakteknya. setiap jam 4 sore. saya tidak mengerti kenapa saya harus selalu periksa jam 4 sore. ini yang lucu, jam 4 sore adalah jam makan siangnya. dia selalu meminta saya menemaninya makan siang dengan masakan sederhana yang dia buat sendiri. selalu, makan siang kami itu lebih dari sejam. baru sehabis magrib dia memeriksa mata saya. obrolan kami setiap sore selalu hangat, dia bilang pikiran saya terlalu radikal. saya selalu membela diri bahwa kalo tidak ada orang radikal seperti soekarno, hatta, syahrir negeri tidak akan merdeka. tapi anggi selalu suka mendebatkan tentang warna cahaya. dia bilang bahwa cahaya itu hanya bisa dilihat dengan mata tertutup, bukan dengan mata terbuka. seperti apa warna cahaya itu ? apa seperti pelangi, atau putih, atau malah bening dan tidak ada. saya tentu saja masih tidak mengerti apa maksudnya, hingga suatu saat dia mengajak saya untuk ke sebuah taman jam 9 pagi. dia menyetir mobil dan saya yang masih belum bisa melihat duduk di sampingnya. didalam mobil dia bilang apakah saya melihat cahaya atau merasakan sesuatu, saya jawab tidak ada. ketika sampai di taman dia menuntun saya dan seolah saya merasa saya menghadap ke arah timur karena wajah saya langsung terkena matahari. saya merasa ada warna hijau yang cukup muda muncul dalam mata saya. yang saya tahu, selama ini saya hanya melihat warna gelap atau hitam, tapi sekarang saya melihat warna lain. warna hijau. Anggi bertanya "kamu merasakan apa sekarang ? kamu melihat apa ?"

"hijau muda, sangat muda hampir putih tapi masih terasa hijau kataku"

"hijau sperti apa ?"

"hijau pupus tapi lebih muda lagi"

"ya...itu maksudku,,,itu mungkin warna cahaya...hijau muda"....

........................................................

Tanya Mbah Google

Shout Me !!!


ShoutMix chat widget