Jumat, 01 Januari 2010

Kuliah dari GUSDUR

Setelah jaman soekarno, tidak ada lagi tokoh yang benar benar mempengaruhi cara pandangku. Cara dalam menjalani hidup, pandangan dalam menyikapi masalah, dan cara pandang terhadap Tuhan. Dialah Abdurahman Wahid. Orang memanggilnya dengan “GUSDUR”. Kata “Gus” adalah bahasa yang diberikan kepada “anak Kiyai’. Dan Dur adalah nama panggilan dari Abdurahman. Sebenarnya nama Gusdur waktu kecil adalah Abdurahman Ad-dhakil, atau “Sang pendobrak”. Namun intinya dia adalah satu satunya presiden RI setelah Bung karno yang tidak dipanggil “Pak” atau “Presiden”.

Banyak orang menyamakan Gusdur dengan tokoh “Semar”. Salah satu tokoh Guru dari pandawa yang paling bijak, tukang kritik, “Pelawak”, namun tidak pernah melakukan kesalahan. Tidak seperti 3 anak dari semar yang memiliki godaan dalam hidup mereka. Gusdur adalah tokoh Guru yang bisa diterima oleh Pandawa sehingga mereka terhindar dari keburukan. Berbeda dengan batara Kresna yang malah membantu Pandawa dalam berperang dengan Kurawa, Semar justru memilih untuk jalan perdamaian. Karena pandawa dan Kurawa adalah saudara.

Gusdur adalah tokoh yang bisa diterima oleh siapapun. Tidak ada satupun orang di dunia ini yang tidak suka Gusdur. Dia dihormati oleh golongan agama manapun, budaya apapun, dan ras seperti apapun. Masih saja kita ingat bagaimana gusdur satu satunya presiden yang mau menerima “Kong Hu Cu” sebagai agama yang diakui Indonesia, dan Imlek sebagai hari libur nasional. Dalam kabinetnya hanya cabinet gusdur yang ada semua etnis didalamnya termasuk “Cina” dan “madura”. Tidak hanya orang orang jawa yang biasanya dianggap superior. Gusdur diterima oleh semua Negara timur tengah baik jazirah babylonia ataupun jazirah Arab, oleh 2 paham besar liberal dengan amerikanya ataupun komunis-nya Kuba. Bahkan dalam dunia NU gusdur satu satunya tokoh nasional NU yang tidak mempermasalahkan cara beribadat. Dalam bukunya yang berjudul “Islam ku, Islam anda, Islam kita”, Gusdur menulis bagaimana NU berdiri untuk menghormati. Bahkan NU adalah satu satunya organisasi masyarakat pertama yang menerima falsafah Pancasila.

*********

Aku terlahir dari keluarga NU totok. Mulai kakek, nenek, mama, papa, paman, semuanya NU. Namun aku justru tertarik pada Muhammadiyah. Cara berpikir orang orang Muhammadiyah yang cerdas, pintar, dan masuk akal adalah daya tarik tersendiri. Setiap berkumpul dengan keluarga sehabis makan malam, selalu saja di debat masalah NU dan Muhammadiya. Hal hal kecil seperti tahlil, Qunnot, cara berpakaian, dzikir, selalu jadi bahan perdebatan yang panas. Dan selalu berakhir dengan sedikit ketegangan.

SMA aku bergabung dengan PII yang di dominani oleh orang orang Muhammadiyah. Cara berpikir kritis-ku juga semakin terasah setelah bergaul dengan orang orang cerdas. Orang Muhammadiyah biasanya adalah orang dengan pendidikan yang di atas rata rata. Namun ada hal yang membuatku gelisah. Ada yang kurang selain cerdas, kritis, dan masuk akal. Yaitu keterbukaan dan Humanisme. Sosok Gusdurlah, yang membuatku tertarik belajar tentang NU. Berdebat dengan kepala dingin bersama orang tuaku, dan mencoba mengerti tentang berbagai perbedaan. Tanpa aku jelaskan secara syariat, aku sadar bahwa aliran NU penuh dengan Humanisme. Tahlil misalnya. Dulu aku menganggap tahlil adalah beban. Namun akhirnya aku tahu kalau tahlil sah secara syariat dan bagus secara humanisme. Yang masak makanan waktu tahlil itu bukan orang yang berduka. Bahkan bahan – bahannyapun itu kebanyakan sumbangan. Banyak lagi hal.

Sosok Gusdur dengan NU-nya membuatku akhirnya menjadi warga Nahdiyin. Pandangan beliau tentang menghargai perbedaan adalah pelajaran berharga bagiku. Setiap natal, gusdur selalu hadir sebagai presiden waktu masih menjabat. Sungguh toleransi yang luar biasa. Sekarang aku tidak melihat perbedaan secara keras dan bergaris. Itupun juga kenapa sekarang aku cukup punya banyak kawan dari etnis dan agama berbeda. Bahkan kawan kawan ku yang Syiah sekalipun banyak, tanpa rishi dibuatnya. Kita tahu bahwa orang orang Sunni kebanyakan seperti Indonesia cukup rishi jika harus berbicara dengan Syiah.

Cara gusdur menjadi “Joker”, sangat mempengaruhiku dalam pergaulan. Aku cukup jadi “pelawak” yang baik ketika berkumpul dengan teman teman. Cara pandang ringan dalam menghadapi hidup cukup membuatku jauh dari Stress. Masih saja ku ingat bagaimana Gusdur mengkritik DPR sebagai “Taman Kanak kanak”, membuatku mengerti bagaimana dia masih saja melawak bahkan untuk hal yang oaling keras sekalipun.

Gusdur adalah orang yang cerdas. Orang Nahdiyin tradisonal menyebutnya “Ilmu ladumni”. Hal itulah yang mengajarkan ku untuk semakin tertarik pada Al Quran dan pesantren. Islam adalah agama Moderen dengan tingkat kecerdasan luar biasa. Gusdur buktikan itu, dan aku ingin mengikuti jejaknya.

Namun pelajaran yang paling luar biasa adalah “Kederhanaan”. Gusdur pernah di tuduh korupsi pada saat jadi presiden. Lawan lawan politiknya di DPR dan MPR harus kecele, karena ketika mereka berhasil melengserkan Gusdur, tuduhan itu “MENTAH” di Mahkamah Agung. Gusdur adalah sosok sederhana. Pada saat dia dilengserkan, di ruang kerja presiden dia bersama Mahfud MD, Cak Nun, Novia kolopaking malah bercanda. Jualan kecap ngalor ngidul becandaannya. Seolah olah tidak terjadi apa – apa. Dia keluar dari Istana Rakyat (nama Istana Negara era Gusdur) dengan celana Pendek. Sambil “dada dada” di depan demostran yang pakai tampang marah. Bagi Gusdur, kekuasaan adalah hal yang duniawi, hal kecil di dunia Allah. Kekuasaan sebagai presiden itu hanya warna saja dalam hidupnya. Itu ada hubungannya dengan konsep NU yang mengenal tingkatan “hakikat” dan “tarikat”. Dimana ketika anda ingin masuk ke tingkatan itu, anda harus melepas “Djadap” atau nafsu duniawi. Kederhanaan itulah yang bisa membuatku bertahan di kerasnya kehidupanku. “Kesederhanaan”, itulah kuncinya.

*****

Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa ada 3 amal manusia yang tidak akan putus hingga hari kiamat. Amal amal tersebut adalah “Amal jariyah, Ilmu yang berguna, dan do’a anak sholeh”. Itu adalah harapan yang ku ucapkan berkali kali menghiasi airmata malam ini yang tak henti henti. Air mata ini masih saja mengalir walaupun aku tahu Gusdur sudah memenuhi 3 amalan itu waktu dia masih hidup. Ya, Almarhum Gusdur meninggalkan dunia ini mala mini, tanggal 30 Desember 2009 jam 18.45. aku baru tahu jam 21.30. WIB.

Aku masih saja berusaha menghentikan air mata ini yang sudah lama sekali tidak keluar sejak nenek-ku meninggal. Aku masih saja berduka, padahal aku tahu Gusdur punya amal jariyah lewat pondok pesantren-nya di Jombang yang sangat besar dan mau menerima semua orang. Gusdur punya ilmu yang berguna yang dia ajarkan secara praktis maupun teoritis. Lewat keseriusan ataupun joke – jokenya. Aku tahu dengan pasti Gusdur memiliki ribuan do’a dari anak sholeh di dunia untuknya. Anak sholeh yang medo’akan dia dengan tulus. Dia punya anak anak sholeh di dunia ini seperti aku atau lebih lagi yang lain yang akan mengingatnya setiap berdo’a.

Dini hari ini jam 02.30. aku bersiap siap ke Kediri, bersama guru-ku dan ribuan santri yang lain akan ke Jombang untuk menghadiri pemakaman Gusdur. Malam ini begitu dingin, dan air mata ini masih saja belum berhenti. Semoga saja air mataku adalah bagian dari “do’a-ku”. Kulunafsin Dza ikatul maut…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanya Mbah Google

Shout Me !!!


ShoutMix chat widget